KONFLIK
BATIN PEREMPUAN DALAM CERPEN "PEREMPUAN DAN BELATI" KARYA M RAUDAH JAMBAK
Kusmariati1,
Delima Br Manullang2, Rismauli Natalia Silaen3
Perempuan itu seolah berkisah. Sesekali
menari. Bernyanyi. Belati yang tergenggam
di tangannya menjelma
bayi.
Tragedi menimbulkan dampak negatif bagi
korban atau keluarga korban yang mengalaminya. Dampak yang ditimbulkan
bermacam-macam, misalnya efek kejiwaan dan rohani bagi korban atau keluarga
korban tersebut. Salah satu tragedi didalam cerpen Perempuan dan Belati
menimbulkan duka yang mendalam bagi tokoh perempuan yang ditinggalkan hingga
kini ia mengalami kejiwaan.
Dalam perjalanan hidup, setiap manusia
akan melewati berbagai macam rintangan. Tidak ada kata lancar dalam menjalani
kehidupan, begitu pula dengan adanya konflik dalam perjalanan hidup manusia.
Konflik pada diri manusia adalah hal yang wajar. Konflik batin dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang. Dapat dilihat dari faktor yang memengaruhi
kehidupan tokoh. Terdapat beberapa faktor yaitu faktor individu tokoh lainnya,
faktor perilaku diri tokoh, dan faktor lingkungan tokoh, sehingga dapat
memberikan hasil pembahasan yang berkaitan dengan sikap atau tindakan tokoh
sesuai dengan falsafah hidup tokoh pada cerpen tersebut. Seseorang yang tidak
dapat mengontrol diri akan menjadikan pikiran yang belum matang berubah menjadi
sikap atau tindakatn yang seharusnya tidak terjadi. Tindakan tersebut bisa
menjadikan individu melewati batas kesadaran manusia. Pikiran yang dapat
menguasai sebagian besar dirinya akan memunculkan energi psikis yang tinggi dan
menjadikan pribadinya bertindak primitif, impuls, dan agresif. Impuls-impuls
primitif tersebut akan menjadi cikal bakal psikopat dan tidak
berprikemanusiaan.
Tokoh utama dalam novel Perempuan dan
Belati yang kedua orang tua nya yaitu ayah dan ibunya menjadi korban
pembunuhan. ayahnya adalah orang yang membunuh ayah si pria, pria tersebut
hanya sedang menjalankan rencana balas dendamnya yang mana ayah perempuan
adalah orang yang membunuh ayah si pria. Dia tidak menyangka seorang pria yang
dia cintai adalah seorang pembunuh bagi orang tuanya. Perempuan itu bahkan
mengenang semua kebaikan si pria kepadanya. Yang membuat ia sampai bodoh dan
juga mengabaikan kedua orangtuanya. Si tokoh perempuan pun menjadi dendam
terhadap si pria. Mengenang itu membuatnya semakin sakit hati. Dan dendamnya
semakin menjadi-jadi. Dan pada akhirnya Wanita itu membunuh Kembali bayi yang
pernah ia kandung. Ia bermaksud supaya tidak ikut campur dalam hal semacam
dendam nya. Dan tidak mau bayi tersebut menjadi korban selanjutnya.
Konflik batin adalah konflik yang terjadi
dalam diri seorang tokoh. Konflik ini disebut konflik kejiwaan karena seorang
tokoh melawan dirinya sendiri untuk menentukan dan menyelesaikan sesuatu yang dihadapinya
(Nurgiyantoro, 2013: 181). Konflik hadir agar cerita yang ada dalam cerpen
tersebut mengalami pengembangan cerita. Konflik berkaitan erat dengan
psikologi, apalagi dalam cerpen ini terjadi konflik batin tokoh utama. Konflik
batin bisa diketahui melalui mental, karakter, dan pengalaman yang dialami
seseorang dan bisa juga melihat dari aspek kejiwaan seseorang. Aspek kejiwaan
inilah yang akan dikaji dengan psikologi sastra. Psikologi sastra umum
digunakan untuk menganalisis tokoh. Tokoh dalam cerita seperti halnya manusia
dalam kehidupan sehari-hari memiliki mental dan karakter tertentu yang
berbeda-beda.
Konflik batin dan tindakan dalam mengatasi
konflik batin tokoh perempuan. Cerpen Perempuan dan Belati karya M Raudah
Jambak dalam hal ini menonjolkan aspek konflik batin tokoh perempuan meliputi
berbagai hal yang ada di cerpen tersebut yaitu saat tokoh perempuan menderita
akibat ayah dan ibu yang sangat disayanginya dibunuh akibat balas dendam, Ia
berencana dalam hal semacam dendam nya kepada si pria. serta dia juga mengalami
pergolakan batin saat mengetahui bahwa dalang di balik pembunuhan ayah dan ibunya
dilakukan oleh Manando Mato orang yang dia cintai.
Tokoh utama merasakan kesedihan dan
kemarahan akibat situasi yang tidak sesuai dengan harapannya. Ia berjuang
dengan perasaan dikhianati dan ketidakadilan yang menimpanya, menciptakan
ketegangan emosional yang mendalam. Selain itu, ada juga rasa takut akan masa
depan dan konsekuensi dari pilihan-pilihan yang diambil, yang semakin
memperumit keadaan.
Belati dalam cerita ini menjadi simbol
dari semua rasa sakit dan kemarahan yang dialami oleh tokoh. Ia harus
berhadapan dengan trauma masa lalu serta tekanan dari lingkungan sekitar, yang
sering kali tidak mendukungnya. Dalam proses ini, tokoh berusaha menemukan
kembali identitas dan makna hidupnya. Cerpen ini menggambarkan kompleksitas
emosi manusia, terutama perempuan, dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Konflik batin yang dialami tokoh utama mencerminkan perjalanan untuk berdamai
dengan diri sendiri dan menemukan kekuatan di tengah kesulitan.
Permasalahan sosial yang ada pada masa
kini berkaitan dengan perempuan dalam kehidupan individu, keluarga, maupun
masyarakat. Banyak di luar sana perempuan yang menyalahgunakan kebebasan yang
telah diberikan. Kebebasan yang telah diberikan atas perjuangan yang dilewati
oleh R.A. Kartini. Penyalahgunaan yang sering tampak dalam diri individu,
keluarga, hingga masyarakat ini menimbulkan permasalahn baru yaitu perempuan
semakin bebas dalam pergaulan yang buruk dan semakin menyimpang. Penyimpangan
yang dilakukan kebanyakan perempuan masa kini adalah penyimpangan terhadap
budaya nyata atau budaya ideal seperti kurangnya adat dalam berpakaian yang
sopan, kurangnya cara berbicara yang sopan, hingga kurangnya cara berprilaku
yang sopan (Wirawan, 2012). Pada dasarnya perempuan dilambangkan sebagai
manusia yang cantik, submisif, dan memikirkan orang lain.
Feminisme merupakan kesadaran terhadap
ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempun, baik dalam keluarga maupun
masyarakat. Feminisme sebagai jalur penghubung untuk menuntut persamaan hak
antara perempuan dengan laki-laki. Tujuan feminisme adalah meningkatkan derajat
dan menyetarakan kedudukan perempuan dengan laki-laki. Feminisme adalah teori
yang membahas tentang permasalahan hak antara laki-laki dan perempuan disegala
bidang. Penyebab ini dikarenakan perempuan selalu mengalami ketimpangan gender.
Feminisme berupaya untuk mengakhiri dominasi laki-laki dengan cara menghancurkan
struktur budaya, segala hukum dan aturan-aturan yang menempatkan perempuan
sebagai korban yang tidak tampak dan tidak berharga.
Jadi, tujuan feminisme adalah untuk
keseimbangan, interelasi gender. Pengertian yang paling luas, feminisme adalah
gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang di marginalisasikan, di
subordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang
politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Dalam pengertian yang
lebih sempit, feminis dikaitkan dengan cara memahami sudut pandang karya sastra
dalam kaitannya dengan proses produksi maupun cara pelaksanannya.
Kesetaraan antara wanita dan laki-laki
merupakan salah satu aspek dalam kaitannya dengan persamaan hak. Kesetaraan
gender sudah terkenal sebagai sebuah gerakan untuk penyetaraan. Perlawanan
terhadap Patriarki Cerpen ini menggambarkan bagaimana perempuan dalam cerita
mengalami berbagai bentuk ketidakadilan akibat sistem patriarki. Tokoh utama
menunjukkan perlawanan terhadap norma sosial yang membatasi kebebasannya. Hal
ini mencerminkan perjuangan feminisme dalam menolak dominasi laki-laki atas
perempuan.
Kebebasan kaum perempuan sangat dibatasi
sejak dahulu hingga kini, terlebih lagi dalam masyarakat patriarki. Menurut
Therborn (2004), sejak awal masyarakat selalu bersifat patriarki, tanpa
pengecualian. Walby (1990) menyatakan, patriarki merupakan sebuah sistem
stuktur dan praktik sosial di mana laki-laki mendominasi, menindas, dan
mengeksploitasi perempuan, serta meyakini bahwa laki-laki selalu berada dalam
posisi yang dominan dan perempuan berada dalam posisi subordinat. Pada abad
ke-18 dan 19, masyarakat yang saat itu cenderung patriarki berpendapat bahwa
perempuan memiliki sifat yang tidak rasional, rapuh, dan tidak dapat berfikir
secara mandiri. Masyarakat saat itu beranggapan bahwa perempuan layaknya seekor
binatang peliharaan yang dimiliki oleh tuannya, dan sebagai binatang wanita
perlu menunjukkan kepatuhan kepada pemiliknya yaitu suaminya (Weitz, 2003).
Feminisme dilihat dari kacamata filosofi memiliki makna yang lebih dalam dari hanya sekadar protes akan kesetaraan dan kebebasan. Menurut Mary Wollstonecraft, kesenjangan antar gender dihasilkan dari pemberian edukasi dan pengalaman yang berbeda, sehingga menciptakan peran gender yang memunculkan stereotip bagaimana perempuan harus bertindak. Pendidikan seharusnya tidak mengenal gender, dan setiap individu berhak mendapatkan kebebasan untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Menurut Simone de Beauvoir, perempuan dan laki-laki tidak diciptakan sama namun seluruh individu harusnya memiliki hak dan kebebasan yang setara. Perempuan harus menemukan jati dirinya melalui kebebasan. Menurut Isaiah Berlin, terdapat kebebasan positif dan kebebasan negatif. Perempuan Indonesia masih sangat dibatasi kebebasannya. Terdapat kebebasan positif yaitu perempuan bebas menentukan nasib dan mengendalikan dirinya, dan terdapat kebebasan negatif yang melibatkan kepentingan banyak orang. Masih perlu dipertanyakan batasan-batasan kebebasan yang dapat diatur, dan kebebasan yang mutlak dimiliki para perempuan. Terkadang batasan ini bias sehingga masih banyak perempuan yang merasa dirinya terkekang. Untuk itu, gerakan feminisme sangat diperlukan di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ilaa,
D. T. (2021). Feminisme dan kebebasan perempuan Indonesia dalam filosofi.
Jurnal Filsafat Indonesia, 4(3), 211-216.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Therborn,
Göran. 2004. Between Sex and Power: Family in The World, 1900-2000.
London and New York: Routledge.
Walby,
Sylvia. 1990. Theorizing Patriarchy. Oxford: Blackwell.
Weitz,
Rose. 2003. The Politics of Women’s Bodies: Sexuality, Appearance, and
Behavior. New York: Oxford
University Press.
Wirawan,
D. I. (2012). Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial,
definisi sosial, dan perilaku sosial.
Kencana.
Wollstonecraft,
Mary. 1989. The Works of Mary Wollstonecraft. New York: New
York University Press, Volume V - VI.
Wollstonecraft,
Mary. 1995. A Vindication of the Rights of Men, in a Letter to the
Right Honourable Edmund Burke‖. Political
Writings of the 1790s. London:
Pickering, pg. 11-58.
dahsyat
BalasHapus